Skip to main content

sejarah perjuangan pemuda indonesia


I.  


 Pendahuluan
Pada masa kolonial Belanda, rakyat Indonesia sangat menderita. Penderitaan rakyat tersebut diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan kolonial yang merugikan rakyat. Sebagai rakyat kecil yang ditindas oleh penjajah, tentu rakyat Indonesia ingin memberontak, demikian pula para mahasiswa dan pemuda masa itu. Khususnya mahasiswa STOVIA yang berusaha mengadakan perlawanan dengan cara halus mengingat pertempuran fisik selalu mengalami kegagalan. Berangkat dari kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai muncul berbagai organisasi pergerakan.
Meskipun masing-masing organisasi memiliki asas dan cara perjuangan yang berbeda beda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan.
Kebulatan tekad para pemuda untuk bersatu mencapai puncaknya dengan dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perasaan akan timbulnya nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan secara tiba-tiba. Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Penjajahan Belanda tidak lagi di lawan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan kekuatan politik. Disamping itu, dilakukan usaha memajukan pendidikan, meningkatkan ekonomi rakyat, dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh rakyat diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi. Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan.




II.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah mengenai sejarah perjuangan pergerakan nasional pada masa 1908-1945, yaitu ?
1.      Bagaimana awal munculnya organisasi kepemudaan di tanah air ?
2.      Peristiwa apakah yang terjadi pada tahun 1928 ?
3.      Bagaimana proses terjadinya peristiwa rengas dengklok dan bagaimana rentetan persiapan kemerdekaan Republik Indonesia ?
4.      Ciri-ciri dan faktor-faktor apa sajakah yang menentukan keberhasilan perjuangan pada masa 1908-1945 ?
5.      Bagaimana jalannya sidang BPUPKI dan PPKI dan apakah dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut ?
III. Metode Penulisan
Makalah ini kami buat dengan mengembangkan pokok-pokok materi yang telah diberikan dan pengerjaan serta penulisannya berdasarkan referensi-referensi buku yang sesuai dengan topik makalah.Metodenya:
1.         Mengembangkan topik yang telah diberikan yaitu sejarah perjuangan Nasional pada masa 1908-1945
2.         Mengidentifikasi masalah
3.         Merumuskan tujuan
4.         Menyusun kerangka dengan mengembangkan bahan ajaran diskusi yang telah di berikan


IV.Pembahasan
A.     Awal Munculnya Organisasi Kepemudaan di Tanah Air
Peranan pemuda dalam perubahan selalu tercatat dalam sejarah setiap negeri. Termasuk di Indonesia, peran dan semangat pemuda telah muncul bahkan ketika jaman penjajahan Belanda. Ada banyak alas an yang melatarbelakangi munculnya pergerakan melawan Pemerintahan Hindia Belanda. Khususnya pergerakan pemuda pada masa Hindia Belanda dalam melawan Pemerintahan Hindia Belanda yang menyiksa dan merampas hak rakyat pribumi. 
Tetapi menurut Sartono Kartodiharjo, yang melatarbelakangi pergerakan pemuda melawan pemerintah Hindia adalah fase atau masa Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, fase kolonialisme VOC pada tahun 1602 sampai tahun 1799. Kedatangan Belanda di Indonesia pada mulanya bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang/berniaga. Akan tetapi pada tahun 1602, Belanda mendirikan organisasi perkumpulan kongsi dagang yang berlayar di wilayah Hindia Belanda yang bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). 
Kongsi dagang ini awalnya didirikan untuk menyaingi Portugis dan Spanyol yang telah lebih dulu bercokol di nusantara. Namun, dengan hak octroi yang dimiliki VOC, lambat laun VOC seolah menjadi Negara yang berdiri di bawah Negara induknya, Belanda. Hal ini berimbas pada perilaku pemerintahan VOC yang semena-mena melakukan perluasan kekuasaan dengan mengadu domba penguasa local. Kekuasaan VOC menjadi awal kolonialisme di Indonesia. 
Fase kedua, adalah kolonialisasi konservatif tahun 1800 sampai 1811. Kolonialisme konservatif adalah masa setelah keruntuhan VOC, ketika pemerintahan diambil alih oleh Belanda. Di masa ini kita mengenal istilah kerja rodi atau kerja paksa yang dipopulerkan oleh pemerintahan Daendels. Proyek jalan Anyer – Panarukan, menjadi saksi kekejaman Belanda masa itu. 
Fase ketiga, adalah masa tanam paksa antara tahun 1816 sampai 1869. System tanam paksa merupakan system baru pemerintah Hindia Belanda untuk menutup kerugian financial negeri Belanda yang luar biasa parah akibat perang. Pada masa ini Hindia Belanda dipimpin oleh Ven Den Bosch. System tanam paksa merupakan ekspolitasi besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Hindia Belanda. Tanah mereka direbut secara paksa, rakyat jelata ditekan untuk bekerja dengan upah yang minim, bahkan juga tanpa upah. 
Terlebih untuk kegiatan ekspor, rakyat pula yang mendapat beban pajaknya. Fase keempat, adalah system colonial liberal liberal yang diterapkan tahun 1870 sampai 1900. Di masa ini muncul pemikiran Trias Van Deventer yang meningingkan adanya politik balas budi untuk bangsa pribumi. Salah satu hal yang ditekankan adalah masalah pendidikan peribumi. Mulai masa ini pribumi diijinkan mengeyam bangku pendidikan. Meski demikian, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melanjutkan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Fase kelima, adalah masa antara 1900 – 1942. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan bebas berkembang sehingga ada system administrasi yagn digagas untuk pembangunan departemen-departemen. Dalam pemerintahan peran pejabat pribumi-pribumi mengalami banyak peningkatan. 
Fase-fase tersebut dinilai Sartono Kartodiharjo, menjadi latar belakang munculnya pergerakan pemuda. Berawal dari kesadaran akan penderitaan rakyat selama tiga abad di bawah kaki Belanda, kemudian munculnya kaum terpelajar, hingga pada abad ke-20 di Indonesia mengalami keadaan yang disebut Zaman Kemajuan. Disebut demikian, karena segala bidang yang ada mulai maju, terutama dalam bidang pendidikan. Sebagai contoh, didirikan sekolah yang diperuntukkan bagi kaum wanita yang bernama Hoofdenschool, kemudian Sekolah Dokter Jawa (STOVIA). Pada abad ini juga berdiri beberapa organisasi kepemudaan sebgai berikut :



a.     Boedi Oetomo
Budi Utomo berdiri pada tahun 1908 yang pada awal mula berdirinya merupakan organisasi pelajar yang ruang lingkupnya masih kedaerahan, namun pada perkembangannya berubah menjadi organisasi perkumpulan pemuda nasional.
Budi Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soediro Husodo disaat beliau sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah satunya STOVIA. Sejak saat itu, mahasiswa STOVIA mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu. Para pejabatpangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.
Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tionh Hwa Hwee Kwan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat kecil kaum Pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat merugikan rakyat kecil.
Para pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus mengambil prakarsa menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah muncul gagasan Soetomo untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang akan mempersatukan semua orang Jawa, Sunda, dan Madura yang diharapkan bisa dan bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib bangsanya. Perkumpulan
ini tidak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa saja tanpa melihat kedudukan, kekayaan, atau pendidikannya.
Pada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa. Mereka mengakui bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Apa yang diketahui adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah yang disebut Hindia (Timur) Belanda (Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah penjajahan dan nasib suku-suku bangsa yang ada di wilayah itu bermacam-macam, begitu pula kebudayaannya. Dengan demikian, sekali lagi pada awalnya Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya pada penduduk yang mendiami Pulau Jawa dan Madura saja karena, menurut anggapan para pemuda itu, penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang sama.
b.     Tri Koro Dharmo
Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal dari Jawa pada tahun 1915 di gedung kebangkitan nasional. Organisasi ini kemudian mengubah nama menjadi Jong Jawa pada kongres di Solo. Arti definisi / pengertian dari tri koro dharmo adalah Tiga Tujuan Mulia.Para pelajar Jawa waktu itu diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala).Di atas udheng itu dikena-kan topi berlambang kedokteran.Suatu pemandangan yang menggelikan, karenanya calon-calon dokter yang biasanya berasal dari kalangan priyayi itu dicemoohkan orang sebagai "kondektur trem".Satiman berjuang agar para pelajar dapat mengenakan "pakaian bebas".Dalam praktek itu berarti hak untuk berpakaian sebagai orang Barat.Sesudah lama dipertim-bangkan, akhirnya direktur STOVIA memutuskan untuk meluluskan permohonan itu, terutama karena ternyata pakaian Barat agak lebih murah daripada pakaian Jawa. Dengan sendirinya waktu itulah kaum elit yang baru muncul dan berpendidikan baik itu di masa studi dan sesudahnya mulai membedakan diri secara lahiriah dari orang-orang setanah airnya dengan menggunakan gaya pakaian si penjajah. Para pelajar STOVIA itu adalah orang-orang yang sadar akan kelas dan statusnya, dan antara sesamanya mereka berbicara Belanda. Ini tidak berarti bahwa rnereka mencampakkan budaya Jawa.Satiman justru ingin menghidupkan kembali budaya itu. Tang-gal 7 Maret 1915 bersama dengan Kadarman dan Soenardi ia mendirikan Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang men­jadi pendahulu Jong Java. Yang menjadi anggota pertamanya adalah lima puluh pelajar STOVIA, Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari (Weltevreden), dan Koningin Wilhelmina School (KWS).
c.      Organisasi Jong Java
Sejak Budi Utomo beralih tangan dari golongan muda ke golongan tua pad Kongresnya yang  pertama tanggal 5 oktober 1908, telah lahir rasa ketidakpuasan di kalangan generasi muda. Ketidakpuasan itu didasarkan pada gerak langkah Budi Utomo yang cenderung konservatif dan kurang menampung aspirasi pemuda. Atas dasar itu para pemuda ingin memiliki perkumpulannya sendiri, tempat para pemuda dapat dididik secara pemuda untuk memenuhi kewajibannya di kelak kemudian hari.
Sebagai realisasi dari keinginan mereka itu, pada tanggal 7 Maret 1915 sejumlah pemuda berkumpul di Gedung Budi Utomo Gedung Stovia Jakarta. Mereka sepakat untuk mendirikan suatu organisasi pemuda yang berfungsi sebagai tempat latihan bagi calon-calon pemimpin bangsa atas dasar kecintaan pada tanah airnya. Dan memang akhirnya mereka berhasil mendirikan sebuah perkumpulan pemuda yang diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti Tiga Tujuan Mulia. Pada saat itu yang terpilih sebagai ketua utama adalah Satiman Wiryosanjoyo dan Soenardi, yang kemudian dikenal sebagai Mr.Wongsonegoro menjadi wakil ketua. Sementara itu pemuda Soetomo yang dahulu menjembatani lahirnya Budi Utomo terpilih menjadi sekertaris. Anggota pengurus lainnya diantaranya adalah Muslich, Musodo dan Abdul Rachman.
Meskipun Tri Koro Dharmo bersifat nasional, dalam arti bahwa organisasi ini memiliki kesadaran Indonesia, anggotanya masih terbatas dalam etnisitasnya saja, yakni murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Tengan dan Jawa Timur saja. Jadi organisasi ini masih bersifat Jawasentris. Itulah sebabnya muncul  reaksi dari para pemuda yang berasal dari etnis lain,misalnya pemuda Sunda dan Bali. Mereka tidak mau masuk dalm organisasi ini.
Dengan adanya reaksi demikian, Satiman Wiryosanjoyo memberikan penjelasan bahwa organisasi Tri Koro Dharmo membatasi cakupan etnisitasnya hanyalah untuk sementara waktu. Pada masa selanjutnya organisasi ini akan dapat dijadikan perkumpulan bagi pemuda-pemuda seluruh Indonesia. Tujuan kelahiran Tri Koro Dharmo adalah untuk mengikat tali persaudaraan dengan suku-suku bangsa lainnya demi memperkokoh persatuan rakyat Indonesia. Usaha itu dapat ditempuh melalui penyebaran pengetahuan masyarakat dan memperdalam perhatian terhadap seni budaya.
Pada tanggal 12 Juni 1918 Tri Koro Dharmo mengadakan kongresnya di Solo. Pada saat itu, Satiman Wiryosanjoyo sudah tidak menjadi ketua lagi, kerena sejak tahun 1917, kedudukannya telah diganti oleh Sutardiaryodirejo. Satiamn kemudian diangkat menjadi ketua kehormatan. Kongres ini menghasilkan dua keputusan penting yaitu tentang ruang lingkup keanggotaan dan nam organisasi serta mengenai kepengurusan.
Nama organisasi Trikooro Dharmo diganti dengan Jong Java. Dengan perubahan nama itu diharapkan pemuda Sunda, Madura, Bali, dan Lombok dapat ikut memasuki organisasi ini. Tujuan organisasi diubah dengan hasrat membangun persatuan Jawa Raya. Hal itu bias dicapai dengan jalan mengadakan suatu ikatan yang baik diantara murid-murid sekolah menengah, berusaha meningkatkan kepandaian anggota dan menimbulakan cinta akan budaya sendiri. Perubahan nama dari Trikoro Dharmo ke Jong Java ternyata tidak banyak membawa perubahan wajah organisasi ini. Hal itu dikarenakan asas budaya Jawa Raya lebih banyak di samakan dengan membangun budaya Jawa Tengah. Dalam kongres itu dipilih ketua Sukiman Wiryosanjoyo, seorang tokoh muda yang kemudian terpilih sebagai Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.
Sampai pada kongresnya yang terakhir di Semarang pada tanggal 23 Desember 1929, Jong Java berhasil mengadakan kongres sebanyak sepuluh kali. Dalam kongres-kongresnya itu telah berhasil diambil sejumlah keputusan penting yang bermanfaat bagi perjuangan pemuda Indonesia pada masa selanjutnya. Keputusan-keputusan itu yaitu pertama, disetujuinya seorang perempuan duduk dalam pengurus besar dan anggota redaksi dalam majalah Jong Java, serta usaha untuk menerjemahkan surat-surat yang pernah di tulis oleh Kartini. Keputusan itu merupakan indicator adanya pengakuan bahwa hak wanita sama denagn pria sebagai kelanjutan usaha emansipasi wanita. Kedua, dalam kongresnya yang ketiga, bahasa-bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Bali, dan Makasar dapat digunakan asal disertai terjemahan dalam bahasa Belanda. Ketiga, adanya cita-cita untuk membangun Jawa Raya, yakni dengan jalan membina persatuan diantara golongan-golongan di Jawa dan Madura untuk mencapi kemakmuran bersama. Sekalipun masih terbatas pada Jawa, hal itu merupakan bibit awal bagi terbentuknya integrasi bangsa. Ikatan-ikatan suku di Jawa mulai dipersatukan dengan ikatan territorial, yaitu pulau Jawa.
Sejak berdirinya organisasinya ini, jika dilihat dari tujuan dan aktifitasnya organisasi ini bukanlah organisasi politik. Ada juga keinginan beberapa anggotanya untuk memperluas tujuan dan ruang gerak organisasi ini agar tidak hanya dalam masalah social budaya saja melainkan juga bergerak dalam bidang politik. Namun demikian, dalam kongresnya pada bulan Mei 1922 dan kongres luar biasa bulan Desember tahun yang sama dipertegaslah garis perjuangannya, bahwa Jong Java tidak akan mencampuri aksi atau propaganda politik. Jong Java hanya mengadakan hubungan antara murid-murid sekolah menengah, mempertinggi perasaan untuk budaya sendiri, menambah pengetahuan umum dari anggotanya dan menggiatkan olah raga.
Usul aktivitas Jong Java untuk bergerak dalam politik terlihat dalam Kongres IV di Yogyakarta pada tahun 1924. Pada saat itu Agus Salim, seorang tokoh Serikat Islam berpidato dengan judul Islam dan Jong Java. Disebabkan oleh pidato itu, ketua Jong Java Samsurijal (Raden Sam) mengajukan dua usul  penting yaitu agar anggota-anggota yang berumur lebih dari 18 tahun diijinkan dalam aksi-aksi politik,dan perlu memasukkan program memajukan Islam dalam organisasi Jong Java. Kedua usul tersebut ditolak,dan kongres kemudian memutuskan Jong Java tetap tidak berpolitik dan netral terhadap agama. Akibat ditolak usul-usulnya, Raden Sam kemudian menyatakan diri keluar dari Jong Java dan mendirikan organisasi pemuda lain yakni Jong Islamiaeten Bond.
Setelah adanya kongres pemuda I tahun 1926, yang para anggota organisasi ini juga ikut, paham persatuan dan kebangsaan Indonesia semakin meningkat dikalangan anggotanya. Hal itu berakibat pada perubahan tujuan dan ruang gerak dari organisasi Jong Java ini pada masa selanjutnya. Dalam kongres VII tanggal 27-31 Desember 1926 di Surakarta, dibawah ketuanya Sunardi Djaksodipuro (Mr. Wongsonegoro) ditekankan mengenai perubahan tujuan dan ruang gerak organisasi. Tujuan Jong Java seharusnya tidak hanya terbatas untuk membangun cita-cita Jawa Raya saja, tetapi pada saatnya juga harus bercita-cita persatuan dan Indonesia merdeka. Kongres kemudian mengambil keputusan bahwa anggotanya yang berumur lebih dari 18 tahun boleh mengikuti rapat-rapat politik, sedangkan mereka yang dibawah umur itu hanya boleh mengikuti kegiatan-kegiatan dalam seni, olah raga dan kepanduan. Dengan demikian, sejak saat itu Jong Java telah memasuki babak baru, yakni secara resmi memasuki gelanggang politik. Sikap Jong Java terhadap perlunya persatuan khususnya dalam kalangan pemuda akan terlihat kemudian menjelang sumpah pemuda.
d.     Jong Sumatra Bond
Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki enam cabang, empat di Jawa dan dua di Sumatra, yakni di Padang danBukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong Batak.
Kelahiran Jong Sumatera Bond pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan perkumpulan sendiri.Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini.Mereka menganggap gerakan modern Jong Sumatera Bond sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis Jong Sumatera Bond, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada edisi perdana Jong Sumatra.
Surat kabar Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918. Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah terbit setahun sekali. Bahasa Belandamerupakan bahasa mayoritas yang digunakan kendati ada juga artikel yang memakaibahasa Melayu. Jong Sumatra dicetak di WeltevredenBatavia, sekaligus pula kantor redaksi dan administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain. Keredaksian Jong Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani Roeslie.Mereka ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIAserta sekolah pendidikan Belanda lainnya.Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong Sumatra dipisahkan dari kepengurusan Jong Sumatera Bond meski tetap ada garis koordinasi. Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai media yang menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris Jong Sumatera Bond.Anas mengatakan dengan lantang bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang keperluan umum.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui Jong Sumatera Bond, sepertiMohammad Hatta dan Mohammad Yamin.Hatta adalah bendahara Jong Sumatera Bond di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus Jong Sumatera Bond Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.
Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling dibanggakan.Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra.Ia memimpin Jong Sumatera Bond pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e.     Jong Celebes
Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para pemuda pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Maksud dan tujuannya ialah mempererat rasa persatuan dari tali persasudaraan di kalangan  pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi. Tokoh-tokohnya misalnya Arnlod Monotutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan Ibu Sukanto, Kepala Kepolisian Wanita Negara RI pertama).
f.       Jong Paguyuban Pasundan
Paguyuban Pasundan adalah organisasibudayaSunda yang berdiri sejak tanggal 20 Juli 1913, sehingga menjadi salah satu organisasi tertua yang masih eksis sampai saat ini. Selama keberadaannya, organisasi ini telah bergerak dalam bidang pendidikansosial-budaya,politik,ekonomi,kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan. Paguyuban ini berupaya untuk melestarikan budaya Sunda dengan melibatkan bukan hanya orang Sunda tapi semua yang mempunyai kepedulian terhadap budaya Sunda.
B.    Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Keputusan ini menegaskan cita-cita akan menjadi “tanah air Indonesia”, “rakyat Indonesia”, dan “Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk “asosiasi kebangsaan Indonesia” dan bahwa “di semua surat kabar yang diterbitkan dan dibaca dalam pertemuan asosiasi antar muka”.
 Sumpah Pemuda
Peristiwa sejarah Sumpah Pemuda merupakan pengakuan Pemuda Indonesia yang berjanji satu negara, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan kerapatan Pemuda-Pemudi atau Kongres Pemuda Indonesia, yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pemuda.
Kongres Pemuda yang diadakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Mahasiswa Indonesia Himpunan Mahasiswa (GN) yang terdiri dari mahasiswa dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres ini dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi pemuda.
Ide penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi menjadi tiga pertemuan.
·         Pertemuan pertama, Sabtu, 27 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (GOC), Waterlooplein sekarang Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Ketua GN Sugondo Djojopuspito berharap konferensi ini akan memperkuat semangat persatuan di benak pemuda.
Acara dilanjutkan dengan penjelasan tentang makna dan Moehammad Yamin  hubungan persatuan dengan pemuda. Menurut dia, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
·         Pertemuan kedua, Minggu, 28 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak-anak harus menerima kewarganegaraan pendidikan, harus ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak-anak juga perlu dididik secara demokratis.
·         Pada pertemuan Ketiga, di laksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sementara Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak dan disiplin diri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Panitia Kongres Lahirnya Sumpah Pemuda Adalah :
Ketua                  : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua      : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris          : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara        : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I       : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II     : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III    : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV    : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V      : Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Peserta            : Abdul Muthalib Sangadji, Purnama Wulan, Abdul Rachman, Raden Soeharto, Abu Hanifah, Raden Soekamso, Adnan Kapau Gani, Ramelan, Amir (Dienaren van Indie), Saerun (Keng Po), Anta Permana, Sahardjo, Anwari, Sarbini, Arnold Manonutu, Sarmidi Mangunsarkoro, Assaat, Sartono, Dr.Pijper, Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken), Emma Puradiredja, Soejono Djoenoed Poeponegoro, Halim, R.M. Djoko Marsaid, Hamami, Soekamto, Jo Tumbuhan, Soekmono, Joesoepadi, Soekowati (Volksraad), Jos Masdani, Soemanang,
Kadir, Soemarto, Karto Menggolo, Soenario (PAPI & INPO), Kasman Singodimedjo, Soerjadi, Koentjoro Poerbopranoto, Soewadji Prawirohardjo, Martakusuma, Soewirjo, Masmoen Rasid, Soeworo, Mohammad Ali Hanafiah, Suhara, Mohammad Nazif, Sujono (Volksraad), Mohammad Roem, Sulaeman, Mohammad Tabrani, Suwarni, Mohammad Tamzil, Tjahija, Muhidin (Pasundan), Van der Plaas (Pemerintah Belanda), Mukarno, Wilopo, Muwardi, Wage Rudolf Soepratman, Nona Tumbel. Dll..
Formulasi Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disajikan untuk Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) berbisik ke Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (saya memiliki formulasi yang lebih elegan untuk ini keputusan Kongres),


yang kemudian Soegondo memberi tanda tangan setuju pada selembar kertas, kemudian diteruskan kepada orang lain untuk inisial setuju juga. sumpah tersebut dibacakan oleh Soegondo awalnya dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh Yamin.


DAFTAR PUSTAKA



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Keterlibatan Jepang pada Perang Dunia 2

Kira-kira 75 tahun yang lalu, tepatnya 7 Desember 1941. Terjadi serangan militer mendadak yang menggemparkan seluruh dunia, terutama masyarakat.  Yak, mungkin beberapa di antara lo ada yang bisa nebak, serangan yang gua maksud adalah  serangan atas pangkalan militer AS di Pearl Habor  (Kepulauan Hawai) oleh 400+ pesawat tempur imperialis Jepang.  Serangan ini sangat mengejutkan karena dilakukan tanpa animasi atau deklarasi perang apapun.  Terlebih, hal ini dilakukan oleh sebuah negara yang selama ini mengucilkan diri dari dunia luar.  Sebuah negara yang sekilas tidak punya kepentingan apapun pada percaturan politik dunia, tiba-tiba saja melakukan serangan mendadak pada salah satu negara  adidaya  , yang juga sekaligus menjadi pemicu perang dunia 2. "Kenapa yah yah cari gara-gara aja nyerang Pearl Habor? Lepas selama ratusan tahun Jepang selalu menutup diri terhadap dunia luar. Kenapa tiba-tiba Jepang ikut memulai perang Dunia 2?" Terkait dengan pertanyaan di atas, ban

Motivasi: Bagaimana jika kita kehilangan segalanya ?

       Ini adalah aturannya: Saya sudah mencapai titik nol beberapa kali, kembali beberapa kali, dan melakukannya berulang-ulang. Saya sudah sering kali harus memulai karir baru. Orang-orang yang mengenal saya saat itu, tidak mengenal saya lagi. Dan seterusnya. Saya harus mengubah karir beberapa kali. Kadang-kadang karena kepentingan saya berubah. Kadang-kadang karena semua jembatan telah terbakar dan tidak bisa dikenali lagi. Kadang-kadang karena saya sangat membutuhkan uang. Dan kadang-kadang hanya karena saya membenci semua orang dalam karir lama saya atau mereka membenci saya. Ada cara lain untuk menemukan kembali diri Anda. Inilah yang bekerja untuk saya. Saya sudah pernah melihat teknik ini bekerja untuk beberapa ratus orang lain. Melalui wawancara, melalui orang menulis surat ke saya, selama 20 tahun terakhir. Kamu boleh mencobanya atau tidak. A) Reinvention tidak pernah berhenti. Setiap hari kita selalu re-invent kembali diri Anda. K